Selasa, 10 Juni 2014

Madurese Studies Artikel BHENANAK

PENDAHULUAN Pulau Madura adalah pulau yang terletak di sebelah timur laut jawa. Pulau Madura luasnya kurang lebih 5.168 km2 (lebih kecil dari pulau Bali), dengan jumlah penduduk hampir 4 juta jiwa. Pulau Madura bentuknya seakan mirip badan sapi, terdiri dari empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep dan masih banyak pulau-pulau kecil yang mengitarinya, terutama dibagian timur pulau Madura yang banyak bertebaran pulau-pulau kecil ditengah laut nan biru seperti pulau; Kangean, Sapudi, Gili Raja, dan Raas. Suku Madura terkenal dengan gaya bicaranya yang blak-blakan, dengan nada tinggi serta suara yang keras sehingga selalu terdengar seperti sedang marah, selain masyarakat Madura juga dikenal hemat, disiplin, sopan juga rajin bekerja keras, solidaritas yang tinggi serta harga diri juga paling penting dalam kehidupan masyarakat Madura. Selain itu masyarakat Madura juga dikenal dengan stereotype nya seperti suka carok, pencuriga, pemarah, beringas, pendendam, suka berkelahi dan bengis. Suku Madura juga kaya akan budaya serta seninya. Budaya yang terkenal seperti kerapan sapi yaitu semacam perlombaan sapi, sepasang sapi yang menarik kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi) yang dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Ada juga ojhung adalah sebuah pertunjukan tradisional masyarakat Madura yang dilakukan pada setiap musim kemarau yang bertujuan untuk mendatangkan hujan hal itu banyak dilakukan sebagian besar masyarakat di kabupaten Sumenep. Ada pula mamapar gigi dapat diartikan sebagai usaha untuk merapikan dan meluruskan bentuk susunan gigi dengan seperangkat alat khusus, ini biasanya dilakukan bagi perempuan yang akan melangsungkan pernikahan dan tradisi ini bisa ditemui dari seluruh pedesaan yang ada di kabupaten Sumenap. Dalam dunia kesenian Pulau Madura juga berkembang dalam bidang seni tari seperti tari gambu, tari moang sangkal, seni musik seperti musik saronen, musik tong-tong dan seni kriya seperti batik tulis, keris, ukiran, pembuatan celurit serta masih banyak lainnya. Kegiatan ekonomi utama suku Madura adalah bercocok tanam dan jenis tanaman yang mendominasi adalah jagung, singkong, padi serta tanaman holtikultura sebagai penambah variasi tanaman disamping itu masyarakat Madura juga menekuni ternak sapi yang memberikan pemasukan tambahan keuangan bagi keluarga petani, namun ada juga yang bertani tembakau, cengkeh yang dirasa sangat menguntungkan dibidang komersial. Sejak zaman kolonial Belanda, Madura telah dikenal sebagai pulau satu-satunya di Indonesia yang mempunyai produksi garam yang melimpah dengan kualitas nomor wahid sehingga sebagian hasil garam tersebut diekspor ke luar negeri. Maka tidaklah heran apabila pulau Madura juga biasa dikenal dengan sebutan pulau garam. Mulanya pada zaman pra-Islam, penduduk Madura umumnya beragama Hindu-Budha, namun para sejarawan mengakui bahwa sulit merekonstruksi masa pengaruh Hindu-Budha di Madura karena kelangkaan sumber sejarah hanya ada beberapa candi baik di kabupaten Pamekasan dan Sumenep sebagai bukti bahwa agama Hindu-Budha pernah dianut oleh masyarakat Madura. Pengaruh Hindu-Budha diperkirakan ada sejak abad ke 9 sampai abad ke 15 (De graaf), lalu kemudian Islam dikenal serta berkembang sehingga banyak masyarakat yang memeluk agama Islam. Islam masuk di Sumenep pada abad XV dan di Bangkalan pada abad XVI tepatnya di Arosbaya, Islam berkembang sejak 1528 dari Arosbaya yang kemudian merambah ke timur. Penyebaran agama Islam ini terus meluas dan tidak hanya di pantai-pantai pulau Madura saja tetapi juga sampai ke pelosok-pelosok desa yang pada akhirnya Islam di Madura berkembang pesat karena itu penduduk Madura hingga kini boleh dikatakan 99,9% atau mayoritas beragama Islam. Dominasi agama Islam yang terjadi di Madura tidak lantas menghapus atau menghilangkan peninggalan maupun tradisi yang pernah dilakukan sewaktu Hindu-Budha terdahulu, tradisi tersebut masih terlihat dan bahkan sudah menjadi budaya di Madura seperti Bedug yang ada di masjid, kebiasaan membakar kemenyan tiap malam Jumat dan ritual-ritual serta tempat-tempat angker yang dianggap mempunyai kekuatan ghaib dan hal itu menjadi mitos di tengah-tengah kehidupan masyarakat Madura karena itu bagi setiap ritual yang dilakukan serta yang dipercayai akan medatangkan berkah bagi masyarakat disekitarnya, Misalnya ritual yang dilakukan dengan tujuan untuk mendatangkan hujan pada saat musim kemarau, juga ada mitos lainnya yang banyak dipercayai oleh masyarakat Madura pada umumnya, ada juga Mitos-mitos bahwa di setiap tempat yang angker dan seram masyarakat Madura meyakini bahwa ditempat itu terdapat benda-benda antik serta pusaka yang memiliki kekuatan gaib yang luar biasa, namun untuk mendapatkannya harus melalui ritual khusus karena diyakini tempat tersebut dijaga dan dihuni oleh roh makhluk halus. Seperti halnya sebuah batu yang terdapat di desa Pangpajung Kecamatan Modung kabupaten Bangkalan yang oleh sebagian warga sekitarnya dianggap memiliki atau menyimpan air ghaib yang apabila diminum akan membuat kebal tubuh seseorang yang meminumnya. Di Madura juga terdapat banyak sekali ritual dan tempat-tempat angker yang mempunyai mitos tersendiri bagi setiap ritual yang dilakukan serta yang di percayai oleh masyarakat Madura sendiri. Misalnya ritual yang dilakukan dengan tujuan untuk mendatangkan hujan pada saat musim kemarau, juga ada mitos lainnya yang banyak dipercayai oleh masyarakat Madura pada umumnya, ada juga Mitos-mitos bahwa disetiap tempat angker masyarakat Madura meyakini bahwa ditempat itu terdapat benda-benda antik serta pusaka yang memiliki kekuatan gaib yang luar biasa, namun untuk mendapatkannya harus melalui ritual khusus karena diduga tempat tersebut dijaga dan dihuni oleh roh makhluk halus. Seperti halnya sebuah batu yang terdapat di desa Pangpajung Kecamatan Modung kabupaten Bangkalan. **gf**   BHENANAK Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu kebupaten yang berada di Indonesia tepatnya di propinsi Jawa Timur, yang terletak di ujung paling barat pulau Madura, berbatasan dengan laut jawa di Madura utara, yang berada pada titik koordinat 112°40’06”- 113°08’04” BT serta 6°51’39”- 7°11’39” LS, yang memiliki luas area sekitar 126.181 Ha. Dengan jumlah populasi 919.002 jiwa(2013), dengan kepadatan 729 jiwa/km2 yang beribukota Bangkalan, nama kabupaten Bangkalan berasal dari kata “bangkah“ dan “la’an” yang memiliki arti “sudah mati“. Istilah ini diambil dari cerita legenda tewasnya pemberontak Madura sakti yang bernama ke’ Lesap yang tewas di Madura barat. Kata “bangkah la’an“ merupakan seruan raja Bangkalan yang diikuti oleh rakyatnya atas meninggalnya ke’ Lesap, seorang pemberontak yang berambisi untuk menguasai pemerintahan di seluruh Madura. Kabupaten Bangkalan itu sendiri terdiri dari 18 kecamatan diantaranya; Arosbaya, Bangkalan Kota, Blega, Burneh, Galis, Geger, Kamal, Kelampis, Kokop, Konang, Kwanyar, Labang, Modung, Sepulu, Socah, Tanah Merah, Tanjung Bumi dan yang Terakhir adalah Kecamatan Tragah. Kecamatan Modung yang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di bagian ujung tenggara wilayah kabupaten Bangkalan, dengan batas wilayah sebelah selatan selat Madura dan diapit kecamatan Blega disebelah utara dan kecamatan Kwanyar disebelah baratnya dan kecamatan Sreseh kabupaten Sampang menjadi tetangga kecamatan disebelah timur. Di kecamatan Modung inilah selain terdapat sumber air yang besar juga terdapat berbagai tempat angker yang menjadi daya tarik bagi masyarakat yang gemar akan benda-banda pusaka peninggalan nenek moyang. Ada satu tempat unik yang berada di Kampung Tajung dusun Gumong desa Pangpajung kecamatan Modung, di kampung itulah terdapat sebuah tempat yang oleh masyarakat disana dikenal dengan nama Bhenanak. Filosofi dari nama Bhenanak tersebut diambil dari sebuah batu yang terletak di bibir pantai laut di Tajung-Pangpajung. Bhenanak berasal dari kata “ngembhen anak (Bhs: Madura) “ yang berarti menggendong anak, batu yang menyerupai seorang perempuan yang sedang duduk dan menggendong anaknya menghadap ke utara membelakangi pantai. Syahdan, menurut cerita warga di kampung tersebut bahkan sudah hampir dikenal oleh seluruh penduduk di pesisir pulau Madura bagian selatan khususnya di kecamatan Modung yang menjadi perbatasan kabupaten Bangkalan dan Sampang di bagian selatan kepercayaan masyarakat setempat yakni batu tersebut memiliki legenda yang hampir menyerupai salah satu legenda terkenal di Indonesia, yaitu legenda seorang anak durhaka yang kemudian dikutuk oleh ibunya menjadi batu, Malin Kundang. Kisah Bhenanak memiliki keunikan tersendiri cerita yang santer didengar dari mulut ke mulut di daerah Tajung batu Bhenanak dulunya adalah seorang perempuan yang sedang menanti suaminya yang bekerja Jaggolan (pelaut) yang sudah sekian lama tak kunjung pulang. Perempuan tersebut lantas terus menunggu di tepian laut sembari menggendong anaknya yang masih bayi. Sekian lamanya ibu itu menanti suaminya yang tak terlihat sedikitpun batang hidungnya tiada kabar ataupun pesan yang diterima hingga muncul angan dan firasat dalam pikirannya bahwa suaminya mungkin telah ditelan ombak saat dalam perjalanannya berlayar. Sejak itulah perempuan itu terus menangis bahkan enggan pulang, dia tetap duduk di pinggiran pantai sambil menanamkan keyakinan bahwa bapak dari bayi yang tak henti-hentinya menangis dalam pangkuannya masih hidup dan akan kembali pulang, Namun begitulah garis takdirnya orang yang menjadi tulang punggung keluarga tak kunjung kembali perempuan itu tetap menanti dan menunggu dalam harap dia sudah tidak sanggup menatap lautan didepannya, lautan yang telah menelan suaminya. Perempuan itu tetap menanti dan menanti sambil menghadap ke utara membelakangi lautan yang mengingatkannya pada suaminya. Perempuan itu terus bersikukuh untuk tidak pulang dari pantai dan tetap akan menunggu suaminya, dia tetap berkeyakinan bahwa suaminya akan kembali. Hingga akhirnya dalam penantian panjangnya perempuan yang sedang menggendong anakya tesebut berubah mejadi batu bersama anak yang digendongnya. Begitulah keyakinan warga tentang asal muasal batu Bhenanak yang terletak dipinggiran pantai Tajung Gumong Pangpajung Modung Bangkalan. Namun, sebagian cerita mengatakan bahwa batu Bhenanak memang murni batu yang sejak awal sudah berbentuk menyerupai perempuan menggendong anak bukan dari sebuah legenda yang sudah diceritakan diatas. Menurut bapak Madlra’i yang merupakan cucu dari almarhum Pak Alwi Kasmin selaku pemilik lahan dimana batu Bhenanak terletak. Dia menuturkan bahwa seperti apa yang telah diceritakan oleh kakeknya dulu Bhenanak itu memang murni batu yang terbentuk secara alamiah tanpa ada rekayasa tangan manusia, namun batu Bhenanak sangat berbeda dengan batuan yang berada disekelilingnya ada hal yang istimewa yang tedapat didalam batu tersebut keistimewaan itu muncul dari cerita seorang pelaut yang berasal dari Sumenep. Seorang pelaut yang dalam perjalanannya kebingungan karena persediaan air minum dan memasak sudah habis maka salah seorang yang ada di perahu itu turun ke darat untuk mencari air, tak lama berselang kemudian sesampainya di pinggir pantai terdengar suara riuh burung berkicau saling sahut-menyahut tanpa pikir panjang sang pelaut itu lantas menghampirinya karena berdasarkan hukum alam apabila banyak hewan di tempat yang rindang oleh pohon dedaunan nan menghijau diyakininya pasti terdapat sumber air ditempat burung-burung tersebut. Lalu sang pelautpun mencari dan menelusuri arah tempat burung-burung tersebut hingga akhirnya dia menemukan genangan air di sebuah cekungan batu yang terletak didepan batu Bhenanak, dengan riang penuh gembira melihat jernihnya air diambil dan sedikit diminumnya, lalu kembali lagi ke perahunya dengan membawa air yang mau dipakai untuk memasak, Setelah nasi yang dimasak dengan menggunakan polo’ besi itu sudah matang pelaut tadi bersama sekawanannya sudah bersiap untuk mengisi perutnya yang sekian hari tidak makan sama sekali, namun yang terjadi nasi yang sudah dimasak tersebut tidak bisa disendok satu butirpun, segala cara telah dilakukan untuk mengangkat nasi itu dari polo’ karena sudah tidak sabar salah satu dari pelaut itu ada yang mencoba untuk menghancurkannya dengan linggis namun tidak ada yang berubah, nasi itu tetap mengeras melebihi batu. Sekawanan pelaut itupun terheran-heran kenapa bisa seperti itu, salah satu dari merekapun bertanya siapa yang telah mengambil air untuk memasak nasi, dan apakah sempat meminumnya. Pelaut yang telah mengambil air tadipun mengaku bahwa dirinya sempat meminum sedikit karena merasa kehausan. kemudian salah satu dari pelaut yang lain mencoba melukai pelaut yang sempat meminum air itu dengan linggis tapi reaksi pelaut tersebut hanya tersenyum dan tak ada luka sedikitpun di tubuhnya, setelah berkeyakinan bahwa air yang digunakan untuk memasak nasi dan yang diminum pelaut tadi bisa menjadikan kuat dan kebal, merekapun merasa tertarik pada air yang itu dan bersama-sama kembali untuk mengambil air ditempat tadi, tapi setelah sampai disana cekungan batu tadi yang sebelumnya tergenang air kini sudah mengering tanpa air setetespun. Sejak itulah air tersebut kemudian disebut dengan air tegghu dan barang siapa yang menemukan dan meminumnya maka ia akan menjadi kuat dan kebal terhadap senjata tajam. Berawal dari sejak peristiwa itu semua warga di pesisir Madura khususnya masyarakat Sumenep setelah ada pelaut yang ajanggol dan meminum air tegghu tersebut mengakui dan segan terhadap semua warga masyarakat desa Tajung mereka beranggapan bahwa masyarakat yang ada disana bahkan semua hewan ternaknya juga diyakini kebal akan senjata tajam karena air tegghu tersebut meski pada kenyataannya tak seorangpun dari sekian banyak penduduk disana yang mendapatkan air tegghu tersebut kecuali hanya si pelaut asal Sumenep itu. Adanya air tegghu (tangguh) tadi yang membuat Bhenanak dipercayai oleh masyarakat sekitar sebagai tempat berrit dan dijadikan tempat untuk dhuko atau bertapa disana untuk mendapatkan air tegghu dan barang-barang antik lainnya. Seperti yang pernah dilakukan oleh kepala desa Patereman alm H. Abdurrahman dan Almarhum Bapak Alwi Kasnim pemilik dari lahan tersebut. Mengutip dari cerita yang disampaikan oleh Pak Madlra’i cucu dari Alm. Bapak Alwi yang konon diceritakan saat bertapa di batu Bhenanak ada banyak macam godaan yang mengganggu kakeknya saat bertapa seperti, ular besar yang tiba-tiba merambat dan menggerayang dipangkuannya, lalu ada kodok yang memikul bawang sambil berjalan mondar mandir didepan Bapak Alwi datang dan menghilang, ada lagi penampakan perempuan tua yang datang membawa nampan menghampiri Bapak Alwi dan menunjukkan isi dari nampan tersebut adalah barang-barang yang ada di tempat itu diantaranya air tegghu, minyak slamet, ko’ol bhuntek, dan keris sora dan yang terakhir godaan yang membuat Bapak Alwi tidak kuat dan menghentikan niatnya yaitu tiba-tiba ada bola api besar yang datang dari arah selatan mengarah lurus dan seakan ingin menghantam ke perutnya. Seiring berjalannya waktu, batu Bhenanak atau batu yang menggendong anak tersebut. Tiba-tiba batu yang menyerupai bayi yang berada di gendongan ibunya tersebut menghilang. Menurut cerita masyarakat setempat anak batu itu berada di daerah kecamatan Geger kabupaten Bangkalan, namun belum diyakini sepenuhnya. Jadi, Bhenanak saat ini yang ditemui hanya batu yang menyerupai perempuan sedang duduk dengan gendongannya, bahkan nyaris tak berbentuk dan hampir tiada karena ulah warga. Konon batu yang dipercayai wujud dari manusia tersebut oleh warga yang setiap harinya ajheleh di daerah pinggiran pantai Tajung mereka selalu memberi sesajian hasil ikan dan menaruhnya di gendongan batu Bhenanak tadi, sebagai wujud kasihan dan bersedekah kepada perempuan itu. Usut demi usut, batu Bhenanak dan cekungan batu yang terletak didepannya seperti yang diceritakan diatas, menurut cerita pak Madlra’I yang juga diceritakan oleh kakeknya. Cekungan batu tersebut adalah jejak kaki Langdewur atau sebangsa Guderuwo, yang alengka dari Pasuruan hingga Tajung, namun kurang jelas jejak kaki kanan atau kiri yang berada disana, menurut Pak Alwi dulu cekungan batu tersebut sangat jelas menyerupai bentuk kaki raksasa, dan jari-jarinya. Tapi, saat ini sudah tak lagi tampak bentuk kaki dan jari-jari Langdewur itu karena sudah terkikis ombak dari tahun ke tahun. Sekarang, secara kasat mata tak ada yang seram bahkan menakutkan dari Bhenanak juga tempat tersebut tidak Berrit, atau bahkan keberadaanya sama sekali tidak mengganggu. Namun dulu di tempat itu ada pohon dheman yang dianggap sedikit angker karena ada seorang pemuda asli Tajung tapi tidak diketahui jelas apa yang sudah dia lakukan di tempat itu hingga membuat pemuda tersebut menjadi gila lalu sakitnya berujung pada kematian. Tapi saat ini pohon dheman itu sudah tidak ada lagi. Bhenanak sering dikunjungi warga setempat atau bahkan dari luar desa Tajung, karena keindahan dan mitos yang dipercayai warga bahwa batu tersebut adalah wujud dari perempuan dengan anaknya yang sedang menunggu suaminya yang tak kunjung datang hingga perempuan tersebut menjadi batu. Cerita itu yang membuat masyarakat dari luar desa tersedot dan merasa tertarik untuk melihat secara langsung keunikan bentuk Bhenanak tadi. Meski pada kenyataanya menurut cerita Bapak Alwi pemilik dari lahan dimana Bhenanak berada, menyatakan dan meyakini bahwa Bhenanak hanyalah batu biasa dan bukan wujud dari apapun. Bhenanak memang yang dari dulu batu yang alamiahnya berbentuk seperti perempuan meggendong anak. **gf**   PENUTUP Dari sekian banyak fenomena alam yang ada di pulau Madura, ada salah satu batu yang menyerupai perempuan yang sedang menggendong anaknya, batu yang terletak di bibir pantai di desa Pangpajung kecamatan Modung kabupaten Bangkalan. Syahdan, pernah ada perahu layar yang melintas dan berhenti untuk mencari air yang ternyata kemudian menemukannya disebuah cekungan batu yang katanya adalah jejak Langdewur. Lantas air tersebut dibawanya menuju perahu yang digunakan untuk memasak nasi, setelah nasi sudah siap dihidangkan ada hal aneh yang terjadi, tiba-tiba nasinya mengeras melebihi kerasnya batu, membuat sekawanan pelayar di perahu bedhung itu kebingungan sehingga salah satu dari pelayar tersebut berasumsi bahwa kerasnya nasi itu karena air yang digunakan untuk memasak, yakni air yang terdapat di dalam cekungan batu yang berada didepan batu Bhenanak tadi. Selain itu juga dibuktikan pada salah seorang pelayar yang juga sempat meminum air tegghu (sebutannya) tersebut, yang membuatnya menjadi kuat dan kebal akan senjata tajam. Setelah peristiwa itu banyak masyarakat yang berburu untuk mendapatkan air tegghu yang ada di batu Bhenanak, batu yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhenanak, Bhenanak maksudnya ‘ngemben anak’ gambaran dari bentuk ibu yang menggendong anaknya. Kisah yang menceritakan bahwa batu Bhenanak adalah wujud dari cerita perempuan yang sedang menunggu suaminya itu hanya mitos belaka. Namun, disisi lain tempat itu tetap angker dan dipercayai tersimpan benda-benda pusaka seperti keris sora, air tegghu, ko’ol bhuntek, minyak selamet yang disembunyikan dan dijaga oleh makhluk ghaib, hanya seorang yang mendapat ijin dan rahmat Allah SWT yang bisa mendapatkannya. Bhenanak masih terlihat angker, dan dihuni serta dijaga oleh makhluk ghaib (Jin), penulis menyarankan bagi para pembaca yang ingin mengunjungi Bhenanak agar senantiasa berhati-hati dan tidak merusak lingkungan disekitar Bhenanak, diusahakan sebelum memasuki kawasan itu agar dapat memperbanyak membaca shalawat dan berdoa supaya terhindar dari amara murka si penghuni Bhenanak. **gf**   GLOSSARY air tegghu : air yang bisa membuat orang menjadi tangguh dan kebal dari benda tajam, air tersebut tidak berada di sembarang tempat, hanya ada di daerah kawasan bhenanak ajheleh (Mdr) : menangkap ikan dengan menggunakan jaring alengka (Mdr) : melangkahi bangkah la’an (Mdr) : telah mati berrit (Mdr) : angker, dipercayai terdapat makhluk ghaibnya Janggolan (Mdr) : berlayar menggunakan perahu kayu untuk mengangkut kayu keris sora (Mdr) : keris yang memiliki kekuatan ko’ol bhuntek (Mdr) : sejenis keong tapi tidak berlubang yang memiliki kekuatan mampu melemahkan dan menaklukkan musuh bagi yang memiliki ko’ol bhuntek komersial (BI) : bernilai niaga tinggi, dimaksudkan untuk diperdagangkan filosofi (BI) : berdasarkan filsafat (teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan) Langdeuwur (Mdr) : makhluk ghaib yang berbulu, gunderuwo mamapar gigi(Mdr) : tradisi merapikan dan meluruskan susunan gigi dengan seperangkat alat khusus guna untuk membuang najis bagi orang yang mau menikah minyak slamet (Mdr) : minyak yang akan memberi keselamatan bagi yang memakainya mitos (BI) : cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara ghaib musik saronen(Mdr) : seni music Madura yang biasanya ditampilkan saat kerapan sapi, pernikahan dan acara peringatan lainnya di Madura musik tong-tong (Mdr) : seni music Madura yang memakai alat music tradisional Madura seperti tong-tong polo’ (Mdr) : tempat menanak nasi yang terbuat dari besi stereotype : ciri sekelompok orang di mata kelompok lain sangat ditentukan oleh kriteria emosional, perasaan-perasaan (Den Hollander 1968:3-5) ritual (BI) : upacara dalam hal keagamaan Syahdan : selanjutnya, lalu (biasanya dipakai pada permulaan cerita atau permulaan bab) tari gambu (Mdr) : dikenal dengan tari keris yang diciptakan oleh arya wirajaya dan diajarkan pada para pengikut Raden Wijaya kala mengungsi di Keraton Sumenep tari moang sangkal (Mdr) : sejenis tarian yang dipertunjukkan pada saat menggelar acara yang dipercaya untuk memperlancar jalannya acara dan membuang sial REFRENSI Statistic Daerah Kabupaten Bangkalan 2013, halaman 1 Statistic daerah Kabupaten Bangkalan 2013, halaman 4 Madurese studies, halaman 61 Kamus Besar Bahasa Indonesia Android 4.0.0 Sumber yang di wawancarai : H. Harmain Kepala Desa Pangpajung Modung Bangkalan Bapak Madra’I warga kampung Tajung Gumung Pangpajung

1 komentar: